Monday, February 9, 2015

Jawa, Tiongkok, dan Roma


Letak keraton Demak menjadi polemik karena wujud bangunan-nya sudah tidak berbekas, sehingga letaknya pun menjadi hipotetis. Sirna ilang kertaning bumi, hilang lenyap ditelan bumi! Satu istilah kuno yang dipakai untuk merujuk hilangnya Kerajaan Majapahit yang jaya dari permukaan pulau Jawa.

Di pulau ini pergantian dinasti selalu ditandai dengan perpindahan pusat kerajaan dan keraton. Walaupun isi keraton, menurut para ahli sejarah, selalu diboyong ke istana baru, tetapi bekas keraton itu selalu lenyap.

Berbeda dari kerajaan-kerajaan di Tiongkok atau Eropa, yang selalu mempunyai kesinambungan artifak dari satu dinasti ke dinasti berikut. Istana suatu dinasti yang runtuh tetap dipakai dinasti baru yang meruntuhkannya, bukan hal yang tabu. Tidak heran jika Beijing dan Kota Terlarang tetap utuh sejak beberapa Ming, Ching, Republik Tiongkok, dan Republik Rakyat Tiongkok.

Berbeda dari bekas keraton Kera¬jaan Roma yang sekarang dikenal sebagai Foro Romano. Walaupun telah berbentuk puing-puing, toh relatif utuh dan bisa dipahami sebagai sebuah kota.

Karena, setelah Kerajaan Romawi kuno runtuh dan Pemerintah Roma membangun gedung negara atau "keraton'' baru di sebelah utara, beberapa gedung di Foro Romano tetap berfungsi sebagai bangunan publik, antara lain gereja. Gereja itu merupakan bekas kuil dalam kompleks Foro Romano, se¬hingga artifaknya tetap terpelihara.

Dengan jujur harus kita akui, hilangnya sebuah keraton tidak hanya terjadi pada Kerajaan Demak, tetapi juga keraton-keraton Kerajaan Mataram di Pajang, Plered, dan bahkan Kotagede.

Sudah sejak zaman nenek moyang kita kemunculan orde yang baru dengan keraton baru selalu diikuti penghancuran keraton lama. Orde yang baru seolah-olah memiliki spirit baru, untuk menumpas se-gala sesuatu yang lama. Tidak terbatas pada wawasan politik, tetapi juga segala artifak dan pertanda orde lama.

Sirna ilang kertaning bumi pun berlaku hingga kini. Kasus itu terlihat jelas di kota Semarang. Dua dekade lalu, Kanjengan atau keraton Bupati Semarang telah dimusnahkan beserta alun-alunnya.

Sekarang, jika kita berkunjung ke daerah itu barangkali akan sulit mengerti bahwa pasar yang sedemikian besar dan pertokoan yang megah berdiri di atas tanah yang dulu merupakan alun-alun.

Alun-alun Semarang

No comments:

Post a Comment