Berbeda dengan Semarang yang sampai sekarang masih jarang di kunjungi wisatawan, terlebih-lebih wisatawan asing. Tentunya untuk merencanakan kota ini menjadi suatu kota pariwisata seperti Yogyakarta haruslah didasari pertimbangan untuk menumbuhkan suatu obyek wisata baru yang nantinya mampu menyedot arus wisatawan untuk berdatangan dan membelanjakan uangnya disini.
Mengenai calon obyek wisata yang cukup potensial tentunya kita semua setuju untuk menunjuk kawasan kota lama. Dari bagian kawasan yang berarsitektur kolonial sampai yang pecinan. Namun yang terakhir ini telah mengalami kerusakan yang sangat parah bahkan wajah street scape disini sudah tidak terlihat lagi gaya arsitektur Pecinannya. Sehingga antara dua kawasan ini yang ber-arsitektur kolonial lebih mudah ditangani dalam tempo dekat.
Masalahnya, bangunan kuno kolonial disini masih berfungsi dengan sempurna, baik sebagai gedung gereja, maupun perkantoran. Andaikata seperti Benteng Vredeburg di Yogyakarta yang sebelum dipugar sudah tak berfungsi dan kondisinya tak layak untuk dihuni, tentunya jalan Let Jen Soeprapto terutama di depan gereja Blenduk dengan mudah dikembangkan menjadi pusat kesenian lengkap dengan berbagai hiburannya. Agaknya karena masih berfungsi dengan baik inilah, pembangunan plaza hiburan disitu tidak realistis. Apalagi bila diingat bahwa gereja Blenduk adalah bangunan ibadah yang tidak terbatas pada siang hari saja tetapi di malam haripun bukan halangan untuk datang dan berdoa di situ. Sedang suara klakson mobil saja sudah mengusik suasana yang kusuk lebih-lebih suara orkes dari pentas seni di depan-nya.
No comments:
Post a Comment